Sabtu, 11 Agustus 2012

Malaga yang Malang

Malag (Getty Images/Denis Doyle)


Masyarakat Andalusia seketika bersukacita setelah Lorenzo Sanz, bekas presiden Real Madrid, berjabat tangan dengan Sheikh Abdullah bin Nasser bin Abdullah Al Ahmed Al Thani — anggota keluarga kerajaan kaya asal Qatar — di depan para wartawan pada Juni 2010. Peristiwa itu menandakan kepemilikan Malaga FC pindah ke tangan Al Thani dengan nilai transaksi yang yang relatif "murah", 36 juta euro.

Sukacita bukan hanya dirasakan fans dan masyarakat Andalusia. Publik Spanyol secara umum melihat upaya mendobrak dominasi abadi Madrid dan Barcelona di kasta La Liga kini bukan lagi fantasi dan untuk sementara bisa diwakili oleh Malaga. Sevilla, Valencia, Atletico Madrid, Athletic Bilbao, dan Villarreal pun secara implisit menyatakan dukungan mereka.

Seperti halnya klub kaya, Malaga langsung memborong para pemain dengan profil tinggi dalam waktu dua tahun. Diantaranya Santi Cazorla, Salomon Rondon, Joris Mathijsen, Julio Baptista, Martin Demichelis, Jeremy Toulalan, dan penyerang gaek Ruud van Nistelrooy. Total 150 juta euro dihabiskan Al Thani untuk mendatangkan mereka, jauh melebihi angka pembelian klubnya sendiri. Untuk mengasuh para pemain itu, pelatih sekaliber Manuel Pellegrini dihadirkan.

Di awal, kerja keras Pellegrini belum terasa. Akhir musim 2010/2011, Malaga hanya menduduki posisi 11. Malaga baru mampu meraih posisi nyaman yang juga pertama kali sepanjang sejarah mengikuti La Liga pada akhir musim 2011/2012 dengan berada di posisi 4 sekaligus meraih tiket ke Liga Champions melalui babak kualifikasi. Situasi ini sepatutnya melegakan bagi Malaga dan pendukungnya.

Namun yang terjadi justru sebaliknya karena Malaga terkena imbas sebuah perkembangan yang lebih penting di belahan Eropa lain. Akhir Mei 2011, Otoritas Investasi Qatar (QIA) yang dipimpin oleh Perdana Menteri Qatar, Sheikh Sheikh Hamad bin Jassim bin Jaber bin Muhammad Al Thani, memborong 70 persen saham klub Paris Saint Germain (PSG) sekaligus menjadi pemilik baru klub kebanggaan ibukota Prancis tersebut. Pada Maret 2012, QIA resmi menjadi pemilik tunggal PSG setelah mengambil alih pula 30 persen saham tersisa sehingga keseluruhan aktivitas peralihan pemilik itu menghabiskan dana sekitar 100 juta euro.

Sekilas dari permukaan, peristiwa di Malaga dan PSG tidak ada masalah serta bukan sesuatu yang istimewa dalam sebuah kegiatan bisnis (sepak bola). Namun tidak demikian dengan implikasinya di lapangan. Sheikh Abdullah (Malaga) memang bukan anggota QIA, tetapi dia adalah anggota kerajaan dan punya ikatan darah dengan Sheikh Hamad (PSG) meski bukan saudara dekat. Ikatan darah Al Thani inilah yang akan menjadi batu sandungan karena Malaga dan PSG bakal bermain di Liga Champions. UEFA kebetulan memiliki wewenang untuk mendiskualifikasi klub peserta Liga Champions atau Liga Europa yang memiliki ikatan darah antar pemiliknya.

Karena hal tersebut, Sheik Abdullah terpaksa menghentikan aliran dananya ke Malaga dan belakangan sedang mencari investor yang mau mengambil alih klub tersebut. Berhentinya kucuran dana dari Sheikh Abdullah membuat staf dan para pemain Malaga tidak menerima gaji setidaknya tiga bulan atau pada masa-masa akhir kompetisi La Liga musim lalu. Staf yang belum menerima bayaran itu termasuk direktur sepak bola Fernando Hierro serta pelatih Pellegrini. Selain gaji, Malaga juga terpaksa menunggak hutang transfer pemain kepada sejumlah klub seperti Villarreal dan Sevilla. Guna menutup tumpukan hutang, Malaga pun harus melego sebagian bintangnya. Rondon hijrah ke Rubin Kazan dan Cazorla dibeli Arsenal dengan nilai transfer sekitar 20 juta euro.

Sheikh Abdullah memang "terpaksa" menghentikan aliran uangnya ke Malaga. Meski bukan anggota QIA, dia tetap keluarga besar kerajaan Al Thani dan uang yang digunakannya sedikit banyak berasal dari kekayaan keluarga. Ia dan Malaga harus mengalah karena PSG memiliki level lebih baik dalam hal populeritas dan jaminan prestasi. Itu sebabnya PSG dengan lancar melakukan belanja pemain senilai lebih dari 150 juta euro sejak dibeli oleh QIA. Selain mengongkosi PSG, kekayaan dari anggota kerajaan Qatar juga baru saja digunakan membayar sponsorship Qatar Foundations bersama Barcelona senilai 166 juta euro untuk lima tahun ke depan.

Selain itu, Qatar juga tengah membangun fasilitas untuk penyelenggaraan Piala Dunia 2022 yang membutuhkan biaya besar. Menurut David Conn dari koran The Guardian, pembelian PSG juga memiliki efek strategis yang signifikan bagi perhelatan Piala Dunia 2022. Belum lagi stasiun televisi Timur Tengah, Al-Jazeera, menguasai hak siar kompetisi Liga Prancis Ligue 1. PSG dan Al-Jazzera menjadi saluran siginifikan untuk memancarkan citra dan promosi Qatar untuk Piala Dunia 2022 sejak saat ini.

Dari situasi itu, Malaga jelas berada dalam skala prioritas yang lemah — terutama bila dibandingkan dengan PSG. Pengaruh lainnya, upaya mendongkrak dominasi Madrid dan Barcelona kembali melemah. Sukacita yang dulu dirasakan kini berubah menjadi nestapa. Sungguh situasi yang malang bagi Malaga.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar