Malag (Getty Images/Denis Doyle)Masyarakat
Andalusia seketika bersukacita setelah Lorenzo Sanz, bekas presiden
Real Madrid, berjabat tangan dengan Sheikh Abdullah bin Nasser bin
Abdullah Al Ahmed Al Thani — anggota keluarga kerajaan kaya asal Qatar —
di depan para wartawan pada Juni 2010. Peristiwa itu menandakan
kepemilikan Malaga FC pindah ke tangan Al Thani dengan nilai transaksi
yang yang relatif "murah", 36 juta euro.
Sukacita bukan hanya
dirasakan fans dan masyarakat Andalusia. Publik Spanyol secara umum
melihat upaya mendobrak dominasi abadi Madrid dan Barcelona di kasta La
Liga kini bukan lagi fantasi dan untuk sementara bisa diwakili oleh
Malaga. Sevilla, Valencia, Atletico Madrid, Athletic Bilbao, dan
Villarreal pun secara implisit menyatakan dukungan mereka.
Seperti
halnya klub kaya, Malaga langsung memborong para pemain dengan profil
tinggi dalam waktu dua tahun. Diantaranya Santi Cazorla, Salomon Rondon,
Joris Mathijsen, Julio Baptista, Martin Demichelis, Jeremy Toulalan,
dan penyerang gaek Ruud van Nistelrooy. Total 150 juta euro dihabiskan
Al Thani untuk mendatangkan mereka, jauh melebihi angka pembelian
klubnya sendiri. Untuk mengasuh para pemain itu, pelatih sekaliber
Manuel Pellegrini dihadirkan.
Di awal, kerja keras Pellegrini
belum terasa. Akhir musim 2010/2011, Malaga hanya menduduki posisi 11.
Malaga baru mampu meraih posisi nyaman yang juga pertama kali sepanjang
sejarah mengikuti La Liga pada akhir musim 2011/2012 dengan berada di
posisi 4 sekaligus meraih tiket ke Liga Champions melalui babak
kualifikasi. Situasi ini sepatutnya melegakan bagi Malaga dan
pendukungnya.
Namun yang terjadi justru sebaliknya karena Malaga
terkena imbas sebuah perkembangan yang lebih penting di belahan Eropa
lain. Akhir Mei 2011, Otoritas Investasi Qatar (QIA) yang dipimpin oleh
Perdana Menteri Qatar, Sheikh Sheikh Hamad bin Jassim bin Jaber bin
Muhammad Al Thani, memborong 70 persen saham klub Paris Saint Germain
(PSG) sekaligus menjadi pemilik baru klub kebanggaan ibukota Prancis
tersebut. Pada Maret 2012, QIA resmi menjadi pemilik tunggal PSG setelah
mengambil alih pula 30 persen saham tersisa sehingga keseluruhan
aktivitas peralihan pemilik itu menghabiskan dana sekitar 100 juta euro.
Sekilas
dari permukaan, peristiwa di Malaga dan PSG tidak ada masalah serta
bukan sesuatu yang istimewa dalam sebuah kegiatan bisnis (sepak bola).
Namun tidak demikian dengan implikasinya di lapangan. Sheikh Abdullah
(Malaga) memang bukan anggota QIA, tetapi dia adalah anggota kerajaan
dan punya ikatan darah dengan Sheikh Hamad (PSG) meski bukan saudara
dekat. Ikatan darah Al Thani inilah yang akan menjadi batu sandungan
karena Malaga dan PSG bakal bermain di Liga Champions. UEFA kebetulan
memiliki wewenang untuk mendiskualifikasi klub peserta Liga Champions
atau Liga Europa yang memiliki ikatan darah antar pemiliknya.
Karena
hal tersebut, Sheik Abdullah terpaksa menghentikan aliran dananya ke
Malaga dan belakangan sedang mencari investor yang mau mengambil alih
klub tersebut. Berhentinya kucuran dana dari Sheikh Abdullah membuat
staf dan para pemain Malaga tidak menerima gaji setidaknya tiga bulan
atau pada masa-masa akhir kompetisi La Liga musim lalu. Staf yang belum
menerima bayaran itu termasuk direktur sepak bola Fernando Hierro serta
pelatih Pellegrini. Selain gaji, Malaga juga terpaksa menunggak hutang
transfer pemain kepada sejumlah klub seperti Villarreal dan Sevilla.
Guna menutup tumpukan hutang, Malaga pun harus melego sebagian
bintangnya. Rondon hijrah ke Rubin Kazan dan Cazorla dibeli Arsenal
dengan nilai transfer sekitar 20 juta euro.
Sheikh Abdullah
memang "terpaksa" menghentikan aliran uangnya ke Malaga. Meski bukan
anggota QIA, dia tetap keluarga besar kerajaan Al Thani dan uang yang
digunakannya sedikit banyak berasal dari kekayaan keluarga. Ia dan
Malaga harus mengalah karena PSG memiliki level lebih baik dalam hal
populeritas dan jaminan prestasi. Itu sebabnya PSG dengan lancar
melakukan belanja pemain senilai lebih dari 150 juta euro sejak dibeli
oleh QIA. Selain mengongkosi PSG, kekayaan dari anggota kerajaan Qatar
juga baru saja digunakan membayar sponsorship Qatar Foundations bersama
Barcelona senilai 166 juta euro untuk lima tahun ke depan.
Selain
itu, Qatar juga tengah membangun fasilitas untuk penyelenggaraan Piala
Dunia 2022 yang membutuhkan biaya besar. Menurut David Conn dari koran
The Guardian, pembelian PSG juga memiliki efek strategis yang signifikan
bagi perhelatan Piala Dunia 2022. Belum lagi stasiun televisi Timur
Tengah, Al-Jazeera, menguasai hak siar kompetisi Liga Prancis Ligue 1.
PSG dan Al-Jazzera menjadi saluran siginifikan untuk memancarkan citra
dan promosi Qatar untuk Piala Dunia 2022 sejak saat ini.
Dari
situasi itu, Malaga jelas berada dalam skala prioritas yang lemah —
terutama bila dibandingkan dengan PSG. Pengaruh lainnya, upaya
mendongkrak dominasi Madrid dan Barcelona kembali melemah. Sukacita yang
dulu dirasakan kini berubah menjadi nestapa. Sungguh situasi yang
malang bagi Malaga.